Halaman

Kamis, 24 November 2011

Spiral of Silence Theory


Dikemukakan Oleh Elizabeth Noelle pada tahun 1984. dia adalah seorang profesor emeritus penelitian komunikasi dari Institute fur Publiziztik Jerman. Melalui tulisannya yang berjudul The Spiral  of Silence, secara ringkas teori ini ingin menjawab pertanyaan, mengapa orang-orang dari kelompok miniritas sering merasa perlu untuk menyembunyikan pendapat, pilihan dan pandangannya ketika berada dalam kelompok mayoritas. Secara ontologis, bisa dilihat bahwa teori ini termasuk kategori ilmiah. Teori ini menyatakan bahwa sudah menjadi nasib atau takdir (fate) kalau pendapat atau pandangan (yang dominan) bergantung pada suara mayoritas dari suatu kelompok.
Diam (silence) memiliki maksud yang berbeda-beda. Ada yang beranggapan bahwa”diam berarti setuju”,” diam bukan berarti setuju”, bahkan ada yang beranggapan bahwa”diam adalah emas”. Diam adalah emas biasanya berlaku pada konteks teori spiral of silence. Daripada ngomong yang belum tentu didengar pendapatnya, maka lebih baik diam. Makna diam yang kedua, yakni diam bukan berarti setuju, juga masih dalam kerangka teori ini. Orang sering merasa lebih aman jika tidak mengeluarkan pendapatnya di forum-forum tertentu karena berbagai alasan. Misalnya karena tidak ada yang bakalan mendukung pendapatnya atau ia dalam posisi minoritas atau mungkin malahan ia merasa inferior. Sedangkan diam berarti setuju biasa terjadi pada peminangan dimasa dulu ketika seorang gadis dilamar atau dipinang oleh seorang pemuda. Dengan tanda diam berarti ia setuju untuk dijodohkan dengan pemuda tersebut.
Ungkapan "spiral kebisuan" sebenarnya merujuk kepada bagaimana orang cenderung untuk tetap diam ketika mereka merasa bahwa pandangan mereka berada dalam minoritas. Model ini didasarkan pada tiga premis:
1) orang memiliki "quasi-organ statistik," keenam-rasa jika Anda akan, yang memungkinkan mereka untuk mengetahui pendapat umum yang berlaku, bahkan tanpa akses ke jajak pendapat,
2) orang memiliki rasa takut isolasi dan mengetahui apa perilaku akan meningkatkan kemungkinan mereka terisolasi secara sosial, dan
3) orang yang enggan untuk mengekspresikan pandangan minoritas, terutama dari takut terisolasi.
Semakin dekat seseorang percaya pendapat diselenggarakan serupa dengan yang berlaku pendapat umum, semakin mereka bersedia untuk secara terbuka mengungkapkan pendapat di depan umum. Kemudian, jika perubahan sentimen publik, orang akan mengakui bahwa pendapat ini kurang mendukung dan akan kurang bersedia untuk mengekspresikan pendapat public. Karena adanya pandangan bahwa jarak antara opini publik dan pendapat pribadi seseorang tumbuh, semakin tidak mungkin orang tersebut untuk mengungkapkan pendapat mereka.
Kajian Noelle-Neumann ini menitikberatkan peran opini dalam interaksi sosial. Sebagaimana kita ketahui, opini publik sebagai sebuah isu kontroversial akan berkembang pesat saat dikemukakan melalui media massa. Ini berarti opini publik orang-orang juga dibentuk, disusun dan dikurangi oleh peran media massa. Jadi ada kaitan erat antara opini denagn media massa. Opini yang berkembang dalam kelompok mayoritas dan kecenderungan seseorang untuk diam (sebagai basis dasar teori spiral kesunyian) karena dia berasal dari kelompok minoritas juga bisa dipengaruhi oleh isu-isu dari media massa.
Contoh kasus di Indonesia
            Di Indonesia terjadi dua kelompok besar yang setuju dengan penerapan demokrasi dengan yang tidak. Kelompok pro demokrasi mengatakan bahwa demokrasi merupakan hasil akhir dan paling baik yang akan mengantarkan bangsa Indonesia ke kehidupan yang lebih baik dimasa akan datang. Asumsi lainnya, bahwa masyarakat adalah pilar utama negara, maka demokrasi harus dijalankan dalam berbagai aspek kehidupan. Sementara itu, kelompok penentang demokrasi mengatakan negara bahwa kita sudah mempunyai cara sendiri dalam mengatur negara dan masyarakat Indonesia, kita memiliki Pancasila dan kita bangsa yang mementingkan persatuan.
Berbagai pendapat yang bertolak belakang tersebut berkembang dan “bertarung” baik dalam wacana keseharian maupun disebarkan melalui media massa. Meskipun begitu, sejalan dengan perkembangan dan perubahan politik dunia, ide pelaksanaan demokrasi akhirnya menang. Mereka yang dulunya dengan ngotot menolak demokrasi lambat laun mulai melunak. Para intelektual Muslim yang awalnya menolak demokrasi akhirnya menerima demokrasi karena dalam islam ada demokrasi atau antara isla dan demokrasi tidak bertolak belakang.
Orang-orang yang tidak terpengaruh oleh spiral keheningan ini ialah orang-orang yang dikenal sebagai avant garde dan hard core. Yang dimaksud dengan avant garde di sini ialah orang-orang yang merasa bahwa posisi mereka akan semakin kuat, sedangkan orang-orang yang termasuk ke dalam kelompok hard core ialah mereka yang selalu menentang, apa pun konsekuensinya.
Teori ini memiliki kekurangan. Jika seseorang mempunyai pendirian yang sangat kuat, orang tersebut tidak akan mudah mengikuti opini mayoritas yang ada di sekitarnya misalnya apabila opini itu menyangkut kepercayaan. Seorang Muslim karena percaya betul bahwa daging babi haram, tentu akan menolak opini yang mengatakan daging babi halal atau ketika ia diundang untuk pesata daging babi yang sebelumnya dia tidak tahu. Orang ini mempunyai kecenderungan menolak dengan memperlihatkan perbedaan pendapatnya
Seperti kebanyakan teori-teori yang lain, teori ini bukan tanpa kritik. Berlakunya teori ini hanya situasional dan kontekstual, yakni hanya sekitar permasalahan pendapat dan pandangan pada kelompok. Sedangkan untuk ketentuan lain, seperti pendapat tentang suatu keahlian, misalnya untuk suatu penemuan ilmiah dan keahlian lainnya, tidak didasarkan pada pendapat kelompok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar