Dikemukakan Oleh
Elizabeth Noelle pada tahun 1984. dia adalah seorang profesor emeritus
penelitian komunikasi dari Institute fur Publiziztik Jerman. Melalui tulisannya
yang berjudul The Spiral of Silence, secara
ringkas teori ini ingin menjawab pertanyaan, mengapa orang-orang dari kelompok
miniritas sering merasa perlu untuk menyembunyikan pendapat, pilihan dan
pandangannya ketika berada dalam kelompok mayoritas. Secara ontologis, bisa
dilihat bahwa teori ini termasuk kategori ilmiah. Teori ini menyatakan bahwa
sudah menjadi nasib atau takdir (fate) kalau pendapat atau pandangan (yang
dominan) bergantung pada suara mayoritas dari suatu kelompok.
Diam (silence)
memiliki maksud yang berbeda-beda. Ada yang beranggapan bahwa”diam berarti
setuju”,” diam bukan berarti setuju”, bahkan ada yang beranggapan bahwa”diam
adalah emas”. Diam adalah emas biasanya berlaku pada konteks teori spiral of
silence. Daripada ngomong yang belum tentu didengar pendapatnya, maka lebih
baik diam. Makna diam yang kedua, yakni diam bukan berarti setuju, juga masih
dalam kerangka teori ini. Orang sering merasa lebih aman jika tidak
mengeluarkan pendapatnya di forum-forum tertentu karena berbagai alasan.
Misalnya karena tidak ada yang bakalan mendukung pendapatnya atau ia dalam
posisi minoritas atau mungkin malahan ia merasa inferior. Sedangkan diam
berarti setuju biasa terjadi pada peminangan dimasa dulu ketika seorang gadis
dilamar atau dipinang oleh seorang pemuda. Dengan tanda diam berarti ia setuju
untuk dijodohkan dengan pemuda tersebut.
Ungkapan
"spiral kebisuan" sebenarnya merujuk kepada bagaimana orang cenderung
untuk tetap diam ketika mereka merasa bahwa pandangan mereka berada dalam
minoritas. Model ini didasarkan pada tiga premis:
1) orang memiliki "quasi-organ statistik," keenam-rasa jika Anda
akan, yang memungkinkan mereka untuk mengetahui pendapat umum yang berlaku,
bahkan tanpa akses ke jajak pendapat,
2) orang memiliki rasa takut isolasi dan mengetahui apa perilaku akan
meningkatkan kemungkinan mereka terisolasi secara sosial, dan
3) orang yang enggan untuk mengekspresikan pandangan minoritas, terutama
dari takut terisolasi.
Semakin dekat seseorang percaya pendapat diselenggarakan
serupa dengan yang berlaku pendapat umum, semakin mereka bersedia untuk secara
terbuka mengungkapkan pendapat di depan umum. Kemudian, jika perubahan sentimen
publik, orang akan mengakui bahwa pendapat ini kurang mendukung dan akan kurang
bersedia untuk mengekspresikan pendapat public. Karena adanya pandangan bahwa
jarak antara opini publik dan pendapat pribadi seseorang tumbuh, semakin tidak
mungkin orang tersebut untuk mengungkapkan pendapat mereka.
Kajian Noelle-Neumann ini menitikberatkan peran opini dalam
interaksi sosial. Sebagaimana kita ketahui, opini publik sebagai sebuah isu
kontroversial akan berkembang pesat saat dikemukakan melalui media massa. Ini
berarti opini publik orang-orang juga dibentuk, disusun dan dikurangi oleh
peran media massa. Jadi ada kaitan erat antara opini denagn media massa. Opini
yang berkembang dalam kelompok mayoritas dan kecenderungan seseorang untuk diam
(sebagai basis dasar teori spiral kesunyian) karena dia berasal dari kelompok
minoritas juga bisa dipengaruhi oleh isu-isu dari media massa.
Contoh kasus di Indonesia
Di Indonesia terjadi dua
kelompok besar yang setuju dengan penerapan demokrasi dengan yang tidak.
Kelompok pro demokrasi mengatakan bahwa demokrasi merupakan hasil akhir dan
paling baik yang akan mengantarkan bangsa Indonesia ke kehidupan yang lebih
baik dimasa akan datang. Asumsi lainnya, bahwa masyarakat adalah pilar utama
negara, maka demokrasi harus dijalankan dalam berbagai aspek kehidupan.
Sementara itu, kelompok penentang demokrasi mengatakan negara bahwa kita sudah
mempunyai cara sendiri dalam mengatur negara dan masyarakat Indonesia, kita memiliki
Pancasila dan kita bangsa yang mementingkan persatuan.
Berbagai pendapat yang bertolak belakang tersebut berkembang
dan “bertarung” baik dalam wacana keseharian maupun disebarkan melalui media
massa. Meskipun begitu, sejalan dengan perkembangan dan perubahan politik
dunia, ide pelaksanaan demokrasi akhirnya menang. Mereka yang dulunya dengan
ngotot menolak demokrasi lambat laun mulai melunak. Para intelektual Muslim
yang awalnya menolak demokrasi akhirnya menerima demokrasi karena dalam islam
ada demokrasi atau antara isla dan demokrasi tidak bertolak belakang.
Orang-orang yang tidak
terpengaruh oleh spiral keheningan ini ialah orang-orang yang dikenal sebagai avant
garde dan hard core. Yang dimaksud dengan avant garde di sini ialah
orang-orang yang merasa bahwa posisi mereka akan semakin kuat, sedangkan
orang-orang yang termasuk ke dalam kelompok hard core ialah mereka yang selalu
menentang, apa pun konsekuensinya.
Teori ini memiliki kekurangan.
Jika seseorang mempunyai pendirian yang sangat kuat, orang tersebut tidak akan
mudah mengikuti opini mayoritas yang ada di sekitarnya misalnya apabila opini
itu menyangkut kepercayaan. Seorang Muslim karena percaya betul bahwa daging
babi haram, tentu akan menolak opini yang mengatakan daging babi halal atau
ketika ia diundang untuk pesata daging babi yang sebelumnya dia tidak tahu.
Orang ini mempunyai kecenderungan menolak dengan memperlihatkan perbedaan
pendapatnya
Seperti
kebanyakan teori-teori yang lain, teori ini bukan tanpa kritik. Berlakunya
teori ini hanya situasional dan kontekstual, yakni hanya sekitar permasalahan
pendapat dan pandangan pada kelompok. Sedangkan untuk ketentuan lain, seperti
pendapat tentang suatu keahlian, misalnya untuk suatu penemuan ilmiah dan
keahlian lainnya, tidak didasarkan pada pendapat kelompok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar