Halaman

Kamis, 24 November 2011

Teori Determinisme teknologi


Determinisme teknologi dapat diartikan bahwa setiap kejadian atau tindakan yang dilakukan manusia itu akibat pengaruh dari perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi tersebut tidak jarang membuat manusia bertindak di luar kemauan sendiri. Pada awalnya, manusialah yang membuat teknologi, tetapi lambat laun teknologilah yang justru memengaruhi setiap apa yang dilakukan manusia. Zaman dahulu belum ada Hand Phone dan internet. Tanpa ada dua perangkat komunikasi itu keadaan manusia biasa saja. Tetapi sekarang dengan ketergantungan pada dua perangkat itu manusia jadi sangat tergantung.
Pencetus teori determinisme teknologi ini adalah Marshall McLuhan pada tahun 1962 melalui tulisannya The Guttenberg Galaxy : The Making of Typographic Man. Dasar teori ini adalah perubahan yang terjadi pada berbagai macam cara berkomunikasi akan membentuk pula keberadaan manusia itu sendiri. Teknologi  membentuk cara berpikir, berperilaku, dan bergerak dari satu abad teknologi ke abad teknologi selanjutnya di dalam kehidupan manusia. Contohnya dari masyarakat yang belum mengenal huruf menjadi masyarakat yang canggih dengan perlatan cetak maupun electronik. Inti determinisme teori yaitu penemuan atau perkembangan teknologi komunikasi merupakan faktor yang mengubah kebudayaan manusia. Di mana menurut McLuhan, budaya kita dibentuk dari bagaimana cara kita berkomunikasi.
Perubahan pada mode komunikasi membentuk suatu budaya dengan melalui beberapa tahapan, yaitu :
1. penemuan dalam teknologi komunikasi menyebabkan perubahan budaya
2. perubahan didalam jenis-jenis komunikasi membentuk kehidupan manusia
3. peralatan untuk berkomunikasi mempengaruhi kehidupan kita sendiri
Dengan dilaluinya ketiga tahapan di atas, maka akhirnya peralatan tersebut membentuk atau mempengaruhi kehidupan manusia. Selanjutnya akan terjadi beberapa perubahan besar yang terbagi dalam empat periode/era, yaitu dapat dijelaskan dalam bagan di bawah ini :
Pertama, era kesukuan atau the tribal age. Pada periode ini, manusia hanya mengandalkan indera pendengaran dalam berkomunikasi. Mengucapkan secara lisan berupa dongeng, cerita, dan sejenisnya.
            Kedua, era tulisan atau the age of literacy. Manusia telah menemukan alfabet atau huruf sehingga tidak lagi mengandalkan lisan, melainkan mengandalkan pada tulisan.
            Ketiga, era cetak atau the print age. Masih ada kesinambungan dengan alfabet, namun lebih meluas manfaatnya karena telah ditemukan mesin cetak.
            Keempat, era elektronik atau the electronic age. Contoh dari teknologi komunikasi yaitu telephon, radio, telegram, film, televisi, komputer, dan internet sehingga manusia seperti hidup dalam global village.
            Teknologi komunikasi yang digunakan dalam media massa tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia atau menurut Em Griffin (2003 : 344) disebut nothing remains untouched by communication technology. Dan dalam perspektif McLuhan, bukan isi yang penting dari suatu media, melainkan media itu sendiri yang lebih penting atau medium is the message.
Determinisme teknologi media massa memunculkan dampak. Media massa mampu membentuk seperti apa manusia. Manusia mau diarahkan pada kehidupan yang lebih baik media massa punya peran. Namun demikian, media massa juga punya andil dalam memperburuk keberadaan manusia itu sendiri.
 Contoh yang dapat ditemui dalam realita yaitu
Perkembangan teknologi yang semakin maju membuat segalanya serba ingin cepat dan instan. Teknologi sebagai peralatan yang memudahkan kerja manusia membuat budaya ingin selalu dipermudah dan menghindari kerja keras maupun ketekunan. Teknologi juga membuat seseorang berpikir tentang dirinya sendiri. Jiwa sosialnya melemah sebab merasa bahwa tidak memerlukan bantuan orang lain jika menghendaki sesuatu, cukup dengan teknologi sebagai solusinya. Akibatnya, tak jarang kepada tetangga dekat kurang begitu akrab karena telah memiliki komunitas sendiri, meskipun jarak memisahkan, namun berkat teknologi tak terbatas ruang dan waktu.
            Solusi agar budaya yang dibentuk di era elektronik ini tetap positif, maka harus disertai dengan perkembangan mental dan spiritual. Diharapkan informasi yang diperoleh dapat diolah oleh pikiran yang jernih sehingga menciptakan kebudayaan-kebudayaan yang humanis.
Teori ini pada media massa dan kebudayaan, memiliki dua kelemahan pokok yaitu :
1.      Teori ini hanya memandang satu aspek tertentu media yaitu bentuk material atau tekonologi sebagai karakter pokok dan sangat menentukan.
2.      Pandangan teori ini hanya berdasarkan peristiwa historis dan pengalam yang dialami dunia barat.
Oleh :Maulidya Rahma

Spiral of Silence Theory


Dikemukakan Oleh Elizabeth Noelle pada tahun 1984. dia adalah seorang profesor emeritus penelitian komunikasi dari Institute fur Publiziztik Jerman. Melalui tulisannya yang berjudul The Spiral  of Silence, secara ringkas teori ini ingin menjawab pertanyaan, mengapa orang-orang dari kelompok miniritas sering merasa perlu untuk menyembunyikan pendapat, pilihan dan pandangannya ketika berada dalam kelompok mayoritas. Secara ontologis, bisa dilihat bahwa teori ini termasuk kategori ilmiah. Teori ini menyatakan bahwa sudah menjadi nasib atau takdir (fate) kalau pendapat atau pandangan (yang dominan) bergantung pada suara mayoritas dari suatu kelompok.
Diam (silence) memiliki maksud yang berbeda-beda. Ada yang beranggapan bahwa”diam berarti setuju”,” diam bukan berarti setuju”, bahkan ada yang beranggapan bahwa”diam adalah emas”. Diam adalah emas biasanya berlaku pada konteks teori spiral of silence. Daripada ngomong yang belum tentu didengar pendapatnya, maka lebih baik diam. Makna diam yang kedua, yakni diam bukan berarti setuju, juga masih dalam kerangka teori ini. Orang sering merasa lebih aman jika tidak mengeluarkan pendapatnya di forum-forum tertentu karena berbagai alasan. Misalnya karena tidak ada yang bakalan mendukung pendapatnya atau ia dalam posisi minoritas atau mungkin malahan ia merasa inferior. Sedangkan diam berarti setuju biasa terjadi pada peminangan dimasa dulu ketika seorang gadis dilamar atau dipinang oleh seorang pemuda. Dengan tanda diam berarti ia setuju untuk dijodohkan dengan pemuda tersebut.
Ungkapan "spiral kebisuan" sebenarnya merujuk kepada bagaimana orang cenderung untuk tetap diam ketika mereka merasa bahwa pandangan mereka berada dalam minoritas. Model ini didasarkan pada tiga premis:
1) orang memiliki "quasi-organ statistik," keenam-rasa jika Anda akan, yang memungkinkan mereka untuk mengetahui pendapat umum yang berlaku, bahkan tanpa akses ke jajak pendapat,
2) orang memiliki rasa takut isolasi dan mengetahui apa perilaku akan meningkatkan kemungkinan mereka terisolasi secara sosial, dan
3) orang yang enggan untuk mengekspresikan pandangan minoritas, terutama dari takut terisolasi.
Semakin dekat seseorang percaya pendapat diselenggarakan serupa dengan yang berlaku pendapat umum, semakin mereka bersedia untuk secara terbuka mengungkapkan pendapat di depan umum. Kemudian, jika perubahan sentimen publik, orang akan mengakui bahwa pendapat ini kurang mendukung dan akan kurang bersedia untuk mengekspresikan pendapat public. Karena adanya pandangan bahwa jarak antara opini publik dan pendapat pribadi seseorang tumbuh, semakin tidak mungkin orang tersebut untuk mengungkapkan pendapat mereka.
Kajian Noelle-Neumann ini menitikberatkan peran opini dalam interaksi sosial. Sebagaimana kita ketahui, opini publik sebagai sebuah isu kontroversial akan berkembang pesat saat dikemukakan melalui media massa. Ini berarti opini publik orang-orang juga dibentuk, disusun dan dikurangi oleh peran media massa. Jadi ada kaitan erat antara opini denagn media massa. Opini yang berkembang dalam kelompok mayoritas dan kecenderungan seseorang untuk diam (sebagai basis dasar teori spiral kesunyian) karena dia berasal dari kelompok minoritas juga bisa dipengaruhi oleh isu-isu dari media massa.
Contoh kasus di Indonesia
            Di Indonesia terjadi dua kelompok besar yang setuju dengan penerapan demokrasi dengan yang tidak. Kelompok pro demokrasi mengatakan bahwa demokrasi merupakan hasil akhir dan paling baik yang akan mengantarkan bangsa Indonesia ke kehidupan yang lebih baik dimasa akan datang. Asumsi lainnya, bahwa masyarakat adalah pilar utama negara, maka demokrasi harus dijalankan dalam berbagai aspek kehidupan. Sementara itu, kelompok penentang demokrasi mengatakan negara bahwa kita sudah mempunyai cara sendiri dalam mengatur negara dan masyarakat Indonesia, kita memiliki Pancasila dan kita bangsa yang mementingkan persatuan.
Berbagai pendapat yang bertolak belakang tersebut berkembang dan “bertarung” baik dalam wacana keseharian maupun disebarkan melalui media massa. Meskipun begitu, sejalan dengan perkembangan dan perubahan politik dunia, ide pelaksanaan demokrasi akhirnya menang. Mereka yang dulunya dengan ngotot menolak demokrasi lambat laun mulai melunak. Para intelektual Muslim yang awalnya menolak demokrasi akhirnya menerima demokrasi karena dalam islam ada demokrasi atau antara isla dan demokrasi tidak bertolak belakang.
Orang-orang yang tidak terpengaruh oleh spiral keheningan ini ialah orang-orang yang dikenal sebagai avant garde dan hard core. Yang dimaksud dengan avant garde di sini ialah orang-orang yang merasa bahwa posisi mereka akan semakin kuat, sedangkan orang-orang yang termasuk ke dalam kelompok hard core ialah mereka yang selalu menentang, apa pun konsekuensinya.
Teori ini memiliki kekurangan. Jika seseorang mempunyai pendirian yang sangat kuat, orang tersebut tidak akan mudah mengikuti opini mayoritas yang ada di sekitarnya misalnya apabila opini itu menyangkut kepercayaan. Seorang Muslim karena percaya betul bahwa daging babi haram, tentu akan menolak opini yang mengatakan daging babi halal atau ketika ia diundang untuk pesata daging babi yang sebelumnya dia tidak tahu. Orang ini mempunyai kecenderungan menolak dengan memperlihatkan perbedaan pendapatnya
Seperti kebanyakan teori-teori yang lain, teori ini bukan tanpa kritik. Berlakunya teori ini hanya situasional dan kontekstual, yakni hanya sekitar permasalahan pendapat dan pandangan pada kelompok. Sedangkan untuk ketentuan lain, seperti pendapat tentang suatu keahlian, misalnya untuk suatu penemuan ilmiah dan keahlian lainnya, tidak didasarkan pada pendapat kelompok.

DIFFUSION OF INNOVATION THEORY (TEORI DIFUSI INOVASI)



Tahun 1944 menjadi titik awal munculnya teori difusi inovasi yang di tulis oleh paul Lazearfeld, Bernard Barelson, dan H.Gaudet dalam artikel berjudul “The People’s Choice” teori ini mengatakan bahwa komunikator yang mendapat pesan dari media massa sangat kuat untuk memengaruhi orang-orang. Dengan demikian, adanya inovasi (penemuan), lalu disebarkan (difusi) melalui media massa akan kuat memengaruhi massa untuk mengikutinya. dalam buku Diffusion of Innovation, Everett M. Rogers mendefinisikan difusi inovasi adalah :
proses sosial yang mengomunikasikan informasi tentang ide baru yang dipandang secara subjektif. Makna inovasi dengan demikian perlahan-lahan dikembangkan melalui sebuah proses konstruksi sosial.”
inovasi yang dipandang oleh penerima sebagai inovasi yang mempunyai manfaat relatif, kesesuaian, kemampuan untuk dicoba, kemampuan dapat dilihat yang jauh lebih besar, dan tingkat kerumitan yang lebih rendahakan lebih cepat diadopsi daripada inovasi-inovasi lainnya.
Difusi merupakan suatu jenis khusus komunikasi yang berkaitan dengan penyebaran pesan-pesan sebagai ide baru kepada system sosial. Komunikasi didefinisikan sebagai proses dimana para pelakunya menciptakan informasi dan saling bertukar informasi untuk mencapai pengertian bersama. Di dalam pesan itu terdapat ketermasaan (newness) yang memberikan ciri khusus kepada difusi yang menyangkut ketakpastian (uncertainty).
Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen pokok, yaitu:
1.      Inovasi
gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu. Konsep ’baru’ dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama sekali.
2.      Saluran komunikasi
alat untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber kepada penerima. Dalam memilih saluran komunikasi, sumber paling tidakperlu memperhatikan tujuan diadakannya komunikasi dan karakteristik penerima. Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal.
3.      Jangka waktu
proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai memutuskan untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam proses pengambilan keputusan inovasi, keinovatifan seseorang: relatif lebih awal atau lebih lambat dalammenerima inovasi, dan kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.
4.      Sistem sosial
kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama  
Proses Difusi Inovasi


proses pengambilan keputusan inovasi mencakup:
1.      Tahap Munculnya Pengetahuan (Knowledge) ketika seorang individu (atau unit pengambil keputusan lainnya) diarahkan untuk memahami eksistensi dan keuntungan/manfaat dan bagaimana suatu inovasi berfungsi
2.      Tahap Persuasi (Persuasion) ketika seorang individu (atau unit pengambil keputusan lainnya) membentuk sikap baik atau tidak baik
3.      Tahap Keputusan (Decisions) muncul ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya terlibat dalam aktivitas yang mengarah pada pemilihan adopsi atau penolakan sebuah inovasi.
4.      Tahapan Implementasi (Implementation), ketika sorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya menetapkan penggunaan suatu inovasi.
5.      Tahapan Konfirmasi (Confirmation), ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya mencari penguatan terhadap keputusan penerimaan atau penolakan inovasi yang sudah dibuat sebelumnya.
Kategori Adopter
Anggota sistem sosial dapat dibagi ke dalam kelompok-kelompok adopter (penerima inovasi) sesuai dengan tingkat keinovatifannya (kecepatan dalam menerima inovasi). Salah satu pengelompokan yang bisa dijadikan rujuakan adalah pengelompokan berdasarkan kurva adopsi, yang telah duji oleh Rogers (1961).   Gambaran tentang pengelompokan adopter dapat dilihat sebagai berikut:
1.      Innovators: Sekitar 3% individu yang pertama kali mengadopsi inovasi. Cirinya: petualang, berani mengambil resiko, mobile, cerdas, kemampuan ekonomi tinggi
2.       Early Adopters (Perintis/Pelopor): 14% yang menjadi para perintis dalam penerimaan inovasi. Cirinya: para teladan (pemuka pendapat), orang yang dihormati, akses di dalam tinggi
3.      Early Majority (Pengikut Dini): 34% yang menjadi pera pengikut awal. Cirinya: penuh pertimbangan, interaksi internal tinggi.
4.      Late Majority (Pengikut Akhir): 34% yang menjadi pengikut akhir dalam penerimaan inovasi. Cirinya: skeptis, menerima karena pertimbangan ekonomi atau tekanan social, terlalu hati-hati.
5.      Laggards (Kelompok tertinggal): 14% terakhir adalah kaum kolot/tradisional. Cirinya: tradisional, terisolasi, wawasan terbatas, bukan opinion leaders,sumberdaya terbatas.
6.      Dan untuk sisanya adalah die hard (kepala batu) yang tidak pernah mengadopsi inovasi.
Asumsi utama yang dapat disimpulkan dari teori ini adalah:
·         Difusi inovasi adalah proses sosial yang mengomunikasikan informasi tentang ide baru yang dipandang secara subjektif. Makna inovasi dengan demikian perlahan-lahan dikembangkan melalui sebuah proses konstruksi sosial
·         Inovasi yang dipandang oleh penerima sebagai inovasi yang mempunyai manfaat relatif, kesesuaian, kemampuan untuk dicoba, kemampuan dapat dilihat yang jauh lebih besar, dan tingkat kerumitan yang lebih rendah akan lebih cepat diadopsi daripada inovasi-inovasi lainnya
·         Ada sedikitnya 5 tahapan dalam difusi inovasi yakni, tahap pengetahuan, persuasi, keputusan, implementasi, dan konfirmasi
·          Ada 5 tipe masyarakat dalam mengadopsi inovasi yakni inovator, early adopter, early majority, late majority, dan laggard.

Oleh : Silvia Indrawati

Media Equation Theory



Pemahaman
Teori Media Equasi dikemukakan oleh Byron Reeves dan Clifford Nass yang merupakan profesor di jurusan komunikasi Universitas Stanford Amerika. Melalui serangkaian penelitian yang mereka lakukan, Reeves dan Nass ingin melihat bagaimana komunikasi yang terjadi antara seorang individu dengan media. Hasilnya, berdasarkan teori persamaan media ini (teori ekuasi) Reeves dan Nass menggambarkan persoalan bagaimana orang-orang secara tidak sadar bahkan secara otomatis merespon apa yang dikomunikasikan media, seolah media itu manusia. Teori ini mencoba memperlihatkan bahwa media juga bisa diajak berbicara. Media bisa menjadi lawan bicara individu seperti dalam komunikasi interpersonal yang melibatkan dua orang dalam situasi face to face. Dalam teori persamaan ini media dianggap sebagai bagian dari kehidupan nyata. Kesamaan interaksi interpersonal manusia dengan media ini dapat ditemukan dalam berbagai hal dikehidupan sehari-hari. Misalnya saat kita menonton acara televisi. Saat pesawat TV kita berukuran kecil dan kebetulan suaranya kecil pula, maka kita akan mendekat agar mendengarkan apa yang disampaikan oleh pesawat TV kita. Begitu pula ketika kita sedang berinteraksi dengan orang disekitar kita. Saat orang yang kita ajak berkomunikasi suaranya kecil atau tidak jelas, pastilah kita akan mendekat agar bisa mendengar suara orang tersebut secara lebih jelas.
Dalam teori persaman media ini, media seperti televisi dan komputer diberlakukan layaknya aktor sosial. Aturan yang biasanya berlaku dan mempengaruhi perilaku setiap  hari individu-individu dalam berinteraksi dengan orang lain relatif sama ketika orang-orang berinteraksi dengan komputer atau televisi.
Jika MchLuhan mengatakan bahwa media adalah suatu alat (tool), namun Reeves dan Nass menyatakan bahwa media lebih dari itu, dimana mereka menganggap bahwa media bukan sekedar “tool” (alat) yang dapat dibeli di pertokoan, dan dianggap sebagai barang mati, media dianggap lebih dari itu, karena media memberikan kontribusi dan pengaruh yan cukup besar bagi kehidupan manusia.


Pembuktian teori ini, yakni
1.      Jarak Interpersonal
Sebuah penelitian dilakukan mengenai perubahan emosi, sikap, dan gesture beberapa orang ketika mereka sedang berhadapan dengan gambar orang yang tengah berbicara kepada mereka di layar TV dengan jarak yang berbeda. Hasilnya menunjukkan bahwa jarak antara penonton dengan TV berpengaruh terhadap perubahan sikap, emosi, dan gesture penonton.
Menurut Reeves dan Nass, orang beranggapan bahwa sebuah gambar wajah, berhubungan dengan ukurannya, hanya merupakan simbol yang merepresentasikan orang yang tidak benar-benar ada disitu. Namun lebih dari itu, ukuran wajah secara luas mempengaruhi response psikologi dari rasa ingin mendekat, sampai penilaian terhadap karakter.
2.      Persamaan dan daya tarik
Microsoft dan Macintosh memproduksi dua jenis software computer. Yang pertama Max, yakni komputer yang menggunakan kata-kata perintah, menunjukan dominansi terhadap pemakai, yang kedua bernama Linus, yakni komputer yang menggunakan kata-kata submissive. Reeves dan Nass menyatakan hal ini berpengaruh pada para pemakai komputer. Menurut mereka, ketika mesin dilengkapi dengan personality-like characteristic, orang akan merespon mesin seolah-olah benda itu punya personality. Meskipun orang-orang ini menyatakan bahwa mereka tidak percaya mesin benar-benar punya kepribadian
3.      Kredibilitas sumber
Misalnya, ketika kita mendengar dari teman kita mengenai insiden pemboman disuatu tempat, kita tidak mudah percaya. Tetapi ketika kita menonton berita mengenai pemboman itu di TV lewat acara berita yang terkenal dan kredibel seperti Rosiana Silalahi, kita tentunya akan lebih percaya pada Rosiana. Meskipun kita tahu bahwa mungkin saja Rosiana hanya membacakan berita saja tanpa menulis berita itu.

Kritik terhadap teori ini
1.            Reeves dan Nass menggunakan konsepsi Interpersonal communication dari sosial psikologi, bukan dari bidang komunikasi. Kebanyakan sosial-Psych researrch melihat interpersonal communication sebagai komunikasi satu arah (one-way). Sebaliknya, kebanyakan ahli komunikasi mendefinisikan interpersonal communication sebagai the construction of shared meaning yang mempelajari pesan two-way flow, yang kemudian menciptakan common interpretation
2.      Reeves dan Nass telah menunjukkan hasil mengejutkan mengenai anggapan mereka bahwa media berdampak pada parallel interpersonal effects. Namun ketika media equation ini diterapkan dalam beberapa penemuan mengenai shared meaning seperti contructivism, relational dialectics, atau program penelitian interpersonal lain, teori media equation lebih seperti metaphor yang kuat daripada kepastian matematis.
Oleh : N.E Setiana Ningrum

Selasa, 22 November 2011

It's Democration in my Country

Nama : N.E Setiana Ningrum
Kelas/Matakuliah: A/PKN
 Just LOOK don't COPY

DEMOKRASI DI INDOONESIA
DARI MASA KE MASA

Untuk memahami demokrasi di Indonesia dari masa ke masa setidaknya kita patut mengetahui dulu apa arti dari demokrasi. Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem  pemerintahan suatu negara sebagai upaya untuk mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Indonesia setidaknya telah melalui empat masa demokrasi, antara lain :
1.  Demokrasi liberal dimasa Orde lama
Sistem demokrasi ini berlaku tahun 1950-1959, sistem pemerintahan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a.    Presiden dan wakil Presiden tidak dapat diganggu gugat
b.    Menteri bertanggungjawab atas kebijakan pemerintah
c.    Presiden bisa dan berhak membubarkan DPR
d.    Perdana menteri diangkat oleh Presiden
Indonesia setidaknya menjalani sistem demokrasi ini dalam waktu kurang lebih 9 tahun, dalam Era ini presiden Soekarno memerintah menggunakan konstitusi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950, dimana Periode ini berlangsung dari 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959. Sejak saat itu pula Indonesia menganut sistem kabinet Parlementer, banyak sekali muncul partai-partai. Selain itu juga Dewan konstitusi diserahi tugas untuk membuat undang-undang dasar baru sesuai amanat UUDS. Namun sampai tahun 1959 badan ini ternyata belum juga bisa membuat konstitusi baru. Sampai akhirnya presiden soekarno menyampaikan konsepsi tentang demokrasi terpimpin pada DPR hasil pemilu yang berisi ide untuk kembali ke UUD 1945, dan Soekarno mengeluarkan dekrit 5 Juli 1959 yang membubarkan Konstitusi.
Masa pemerintahan ini memiliki dampak baik dalam pemerintahan dan masyarakat, dalam pemerintahan dampaknya antara lain:
a.    Pembangunan tidak berjalan lancar karena kabinet yang silih berganti,
b.    Tidak ada partai dominan sehingga seorang kepala negara bersikap mengambang diantara kepentingan banyak partai
c.    Tidak adanya lembaga legislatif, yudikatif dan eksekutif yang kuat dalam sistem multipartai.
Sedangkan dampaknya bagi masyarakat antara lain:
a.  Munculnya pemberontakan diberbgai daerah (DI/TII, Permesta, APRA, RMS)
b.  Memunculkan ketidakpercayaan publik terhadap pemerintahan yang ada saat itu.
Selain menimbulkan dampak, ternyata masa demokrasi liberal ini juga memunculkan permasalahan, antara lain:
a.  Perundingan dengan Belanda mengenai Irian Barat mengalami jalan buntu
b.  Pertukaran Nota Keuangan antara Menteri Luar Negeri Indonesia dengan Duta Besar Amerika Serikat mengenai pemberian bantuan ekonomi dan militer pemerintahan Amerika kepada Indonesia yang dipandang melanggar politik lur negara Indonesia yang bebas aktif lebih condong ke blok barat bahkan dinilai telah memasukkan Indonesia ke dalam Blok barat
c.   Krisis moral yang ditandai dengan munculnya Korupsi yang terjadi pada setiap lembaga pemerintahan
d.  Krisis Ekonomi
e.  Berkorbarnya semangat anti Cina di Masyarakat
f.   Pembatalan KMB oleh presiden menimbulkan masalah baru khususnya mengenai nasib modal pengusaha Belanda di Indonesia.
Hingga akhirnya Presiden sadar bahwa sistem ini tidak cocok untuk negara, karena negara semakin mengalami kemunduran dan tidak sesuai dengan jiwa pancasila dan UUD 1945, selaian itu juga keadaan ketatanegaraan Indonesia membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa  dan negara serta merintangi pembangunan untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur, hingga keluarlah dekrit mengenai pembubaran konstituante tanggal 5 Juli 1959.
Sumber :
2. Demokrasi terpimpin
Sistem ini berlaku sejak dikeluarkannya dekrit Presiden 5 Juli 1959, sistem ini berjalan tahun 1959 hingga 1965. Dalam demokrasi terpimpin ini menggunakan sistem presidensil. Dimana kedudukan presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, para menteri bertanggungjawab kepada presiden. Sistem ini memeiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.   Adanya Dominasi Presiden,
2.  Terbatasnya peran partai politik
3.  Meluasnya peran militer sebagai unsur politik
4.  Berkembangnya pengaruh partai komunis
Demokrasi terpimpin ini merupakan paham demokrasi yang berintikan musyawarah mufakat secara gotong royong antara semua kekuatan nasional progresif devolusioner berporoskan Nasakom (Nasional, Agama, Komunis). Demokrasi ini juga disebut demokrasi yang tidak memberikan hak-hak asasi warga negaranya, dan tidak mengenal pula lembaga kekuasaan dalam tata pemerintahannya.
Sumber :

3. Demokrasi Pancasila
Demokrasi pancasila dianut bangsa Indonesia sejak tahun 1967-1998. Pengertian demokrasi pancasila adalah demokrasi yang dianut bangsa indonesia, dimana demokrasi ini lebih mengutamakan pendapat rakyat berdasarkan pancasila. Pancasila merupakan  konsep yang diajukan Presiden Soekarno pada I juni 1945 saat menyampaikan pidatonya yang berisi konsepsi usul tentang falsafah negara. Sistem inilah yang telah banyak memberikan kesempatan pada rakyat untuk mengeluarkan pendapat sesuai dengan ideologi atau dasar negara kita yakni pancasila.  Meskipun demokrasi pancasila ini merupakan demokrasi yang menjiwai kelima sila yang ada dalam pancasila, namun dalam pelaksanaannya, justru mengarah pada pemerintahan sentralistik yang diarahkan pada kepentingan pemerintah/kelompok/penguasa. Kepresidenan menjadi pusat dari seluruh proses politik menjadi pembentuk dan penentu agenda nasional, mengontrol kegiatan politik, dan pemberi legalitas bagi seluruh lembaga pemerintahan negara. Hal ini megakibatkan harapan tentang majunya kehidupan demokrasi justru mengalami kemunduran.
Terdapat beberapa penyebab mengapa pada masa demokrasi ini, tidak terwujud, antara lain:
1.     Rekruitmen politik yang tertutup
2.    Pemilu yang jauh dari semngat demokrasi
3.    Pengakuan terhadap hak-hak dasar masih terbatas
4.    Rotasi kekuasaan eksekutif hampir tidak ada.
Selain itu juga adanya krisis multidimensional menyebabkan rakyat tidak percaya pada pemerintahan orde baru, mereka menuntut agar pemerintahan orde baru segera mundur dan digantikan dengan pemerintahan yang baru. Mereka menuntut agar presiden Soeharto untuk mengundurkan diri serta pejabat yang bersangkut KKN segera diusut dan diadili, agar tidak menambah penderitaan rakyat yang berlarut-larut. Hingga akhirnya tanggal 21 Mei 1998 tuntutan rakyat terwujut, dan presiden Soeharto mengundurkan diri dan diganti oleh BJ.Habibi dengan berakhirnya masa orde baru, digantikan dengan masa reformasi.
Sumber :

4. Demokrasi saat ini
Saat ini negara Indonesia mengadopsi demokrasi dari negara-negara liberal yang bertentangan dengan dasar negara kita yang ingin mensejahterakan dan memberikan keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya. Selain budaya bangsa yang musyawarah untuk mufakat semakin pudar dengan budaya pemilihan langsung. Sistem Pilpres dan Pileg merupakan cara yang kurang baik untuk diteraokan karena kurang menghargai orang yang memiliki hati nurani dan orang pandai cendikiawan. Kenapa seseorang yang peduli dengan nasib bangsa ini diberi hak satu suara yang sama dengan orang yang mengkhianati bangsa ini?. Secara realitanya demokrasi negara indonesia saat ini pakai demokrasi liberal, namun secara konstek tekstualnya menggunakan demokrasi pancasila. Hal ini diperkuat dengan adanya sistem pemilu yang diikuti dengan banyak partai, dimana pemilu bebas berdiri sesuka hati, asal memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh KPU. Selain itu juga pemilu memiliki badan khusus yang mengurusi pemilu, pemilu selain memilih anggota dewan (DPR/DPRD) juga memili anggota DPD dimana anggota ini nyaris tidak ada gunanya dan kerjanya.

Sumber :




Good Concept, Good Idea